18. MENJADI KAYA DENGAN QONA’AH
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا
للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
Islam menanamkan pada umatnya sebuah
keyakinan bahwa rezeki ada ditangan Allah Ta’ala. Manusia tidak memiliki
kekuatan untuk menambah dan menguranginya kecuali hanya berusaha. Sedangkan yang
menentukan adalah Allah Ta’ala. Islam juga telah menanamkan kepada
pengikutnya bahwa tidaklah seorangpun mati kecuali rezekinya telah Allah
Ta’ala tetapkan kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda ;
أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى
تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا
فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai
manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang
baik karena sesungguhnya suatu jiwa tak akan mati sampai disempurnakan
rezekinya, walaupun lambat datangnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah
dan carilah rezeki dengan cara yang baik. Ambillah apa yang halal dan jauhilah
yang haram.” (HR.
Ibnu Majah no. 2144).
Maka, orang yang telah mengimani bahwa
Allah Ta’ala sebagai Tuhan, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam sebagai Nabinya mesti ridha dengan rezeki yang telah
diberikan kepadanya. Entah rezeki itu banyak ataupun sedikit.
Apakah
Qana’ah Itu?
Qana’ah adalah ridha dengan rezeki
yang diberikan Allah Ta’ala. Merasa cukup walupun sedikit, dan tidak
mengejar kekayaan dengan meminta-minta kepada manusia. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda ;
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung seorang yang
masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah
menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki
yang Allah berikan kepadanya” [ HR. Muslim (no. 1054) ].
Sifat qana’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan
kesempurnaan iman. Karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang
memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah Ta’ala, termasuk
dalam hal pembagian rezeki. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala
sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai
Rasulnya”. [ HR. Muslim (no.
34) ].
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah
mengajarkan pada kita untuk bersyukur dan ridha dengan pemberian Allah Ta’ala
berupa rezeki, kesehatan, keamanan dan terpenuhinya kebutuhan harian kita.
Bahkan bagi mereka yang telah mendapatkan keamanan, sehat jasadnya, memiliki
makanan pada hari itu, maka ia telah mendapatkan seluruh kenikmatan dunia. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ;
مَنْ أَصْبَحَ
مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ
، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
"Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam
keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari
itu, maka seolah oleh dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya. [ HR. At Turmudzi ].
Sifat Qona’ah merupakan harta kekayaan yang tidak ada
habisnya. Ia adalah kekayaan jiwa yang tak ternilai. Karena siapa saja yang
telah memiliki sifat ini, ibarat orang kaya yang tidak lagi terpengaruh
oleh godaan harta dan kedudukan yang dibentangkan dunia untuknya. Ia
hanya mengambil dunia seperlunya sesuai dengan kebutuhan. Orang yang
memiliki sifat Qana’ah akan selalu bersyukur atas karunia yang diberikan Allah Ta’ala
padanya, tidak mengeluh dan tidak berharap lebih banyak dari rezeki yang
telah ditakdirkan Allah Ta’ala padanya. Sifat ini membuat
pemiliknya tidak rakus akan dunia, apalagi menjadikan dunia sebagai tujuan
hidupnya.
Mengobati
Rakus Dengan Qana’ah
Sifat tamak menguasai orang-orang
yang melakukan persaingan dalam urusan dunia dan perhiasannya. Yang demikian
itu karena mereka selalu memperhatikan orang-orang yang di atas. Sebab apabila
manusia melihat kepada orang yang diberikan karunia dalam perkara dunia,
nafsunya menuntut seperti hal itu dan menganggap kecil atau remeh nikmat Allah Ta’ala
yang ada padanya. Ia ingin diberi tambahan supaya bisa menyusul kekayaan
pesaingnya atau mendekatinya, inilah realita mayoritas manusia.
Sifat tamak yang berlebihan di dalam
jiwa seseorang akan merusak agamanya. Tidak hanya itu, bahkan merusak segala
sesutu yang berada di bumi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
مَا ذِئْبَانِ
جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى
الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
"Tidak ada dua ekor srigala yang
dilepas pada kambing lebih merusak baginya terhadap agamanya daripada sifat
tamak seseorang terhadap harta dan kemuliaan." [ Shahih Sunan at-Tirmidzi ].
Semua kerakusan terhadap dunia ini tidak akan terobati kecuali dengan qana’ah.
Karena qana’ah akan membawa para pemiliknya menjadi orang-orang kaya di dunia
sebelum kaya di akhirat. Betapa banyak orang yang memiliki kekayaan dunia
melimpah, tetapi mereka menjadi miskin karena tidak merasa puas dengan kekayaan
yang diberikan Allah Ta’ala. Sebaliknya, banyak orang-orang yang untuk
makan saja tidak cukup, tetapi mereka pantang untuk meminta, atau mengharap dikasihani
orang. Dengan keadaan mereka itu, manusia melihatnya seperti orang kaya. Inilah
hakekat kaya yang sesungguhnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda ;
لَيْسَ الْغِنَى
عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ وَلكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Kaya yang
sebenarnya bukanlah kaya harta benda, akan tetapi kaya yang sebenarnya adalah
kaya jiwa." [Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke-15,
no. 6446. ]
Yang menjadi pertanyaan adalah,
sudahkah kita memiliki sifat qana’ah ini? Atau bahkan kita termasuk orang yang
rakus terhadap dunia dengan mengumpulkannya tanpa mempertimbangkan halal dan
haram? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi renungan kita agar kita mendapatkan
kekayaan di dunia berupa qana’ah sebelum menikmati kekayaan di akhirat. Wallahu
a’lam bis shawab. [ Amru ].