27. HARUSKAH UMAT ISLAM HIDUP DENGAN RIBA
بسم
الله الرحمن الرحيم
Dalam berbicara soal riba biasanya
Al-Qur'anul Karim menyampaikan perintah Allah dimulai dengan: "Ya ayyuhal
ladzina amanu" (wahai orang-orang beriman), seolah-olah orang yang tidak
"amanu" tidak diharapkan mematuhi perintah-Nya. Dalam ayat tentang
riba Allah swt memulai firmannya dengan kalimat: "Hai orang-orang yang
beriman", dan diakhiri dengan kalimat: "Jika kamu benar orang yang
beriman". Misalnya dalam surat
Al-Baqarah : 278 :
"Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman"
Pengertian riba telah diterangkan
dengan jelas oleh Al-Qur'anul Karim dan Hadits Nabawi. Jika kurang jelas tentu
para sahabat dahulu akan bertanya kepada Rasulullah saw. Akan tetapi karena
persoalannya sudah jelas maka masalah ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
oleh mereka seperti halnya dalam melaksanakan hokum-hukum Islam lainnya selama
belasan abad yang silam.
Orang-orang yang "amanu"
itu adalah orang-orang mukmin yang dijelaskan cirri-cirinya dalam Al-Qur'anul
Karim, diantaranya :
" Sesungguhnya jawaban oran-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami
patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung." (An-Nur : 51)
Jadi sesungguhnya keimanan itulah
yang menuntut orang agar mematuhi perintah Dzat yang diimaninya dan dengan
demikian akan dapat terlaksanalah hukum Qishash, hukum waris, hukum puasa
Ramadhan, hukum sedekah, hukum perang, hukum riba, dan semua hukum Islam
lainnya.
Yang menjadi pertanyaan kita
sekarang, kenapa masih banyak hokum-hukum Islam diperdebatkan bahkan
dipolemikkan orang. Apakah karena hukumnya kurang jelas atau karena keimanan
orangnya yang masih harus dipertanyakan.
Allah swt memang telah menjelaskan
dalam Al-Qura'an surat
Ali Imran ayat 7 bahwa Dia telah menurunkan dua macam ayat. Selain ayat-ayat
yang muhkamat, di dalam Al-Qur'an juga terkandung ayat yang mutasyabihat. Dalam
menghadapi kedua macam ayat tersebut kaum mukminin (para sahabat) sudah cukup
arif menyambutnya, dan ini semua tentu saja karena bimbingan Rasulullah saw.
Mereka menyambut semua ayat-ayat tersebut
dengan ucapan "Sami'na wa atha'na". Rasulullah saw
memerintahkan kepada umatnya agar menghindari hal-hal yang syubhat. Beliau
bersabda :
من
اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه
"Siapa
yang menjauhkan diri dari hal-hal syubhat maka ia telah membebaskan dirinya
demi agama dan kehormatannhya." (HR. Bikhari dan Muslim)
Bukti Kejam dan Kejinya Praktek Riba
Untuk
membuktikan keji dan kejamnya praktek riba yang dilarang oleh Allah swt sejak lima belas abad yang
silam dan sekarang ini telah melanda dunia, saya ketengahkan "LAPORAN
SIDANG KELOMPOK 77 DI KAIRO". Cuplikan ini diambil dari berita harian
Kompas, 22 Agustus 1986. Kesaksian ini diberikan oleh seorang saksi diantara
mereka sendiri, bukan oleh seorang ustadz atau ulama Islam, yang melukiskan
ulah para lintah darat dunia terhadap warganegara dunia, terutama Negara-negara
berkembang dan terbelakang. Inilah isi laporannya :
Sidang Kelompok 77 di Kairo
Hampir
tidak ada yang memperhatikan pertemuan 122 negara Negara berkembang yang
bersidang di Kairo sejak awal pecan ini. Negara-negara yang disebut juga dengan
kelompok 77 ini berkumpul selama enam hari untuk membicarakan kerjasama
ekonomi. Mereka juga meninjau hubungan Negara berkembang dengan Negara-negara
kaya.
Kantor-kantor
berita dunia nyaris tidak meliputnya. Berita-berita yang dimuat di media massa pun hanya sepintas.
Seakan-akan pertemuan itu hamper tidak punya arti dibandingkan dengan
kejadian-kejadian lain di muka bumi ini.
Ketika
membuka konferensi itu, mentri luar negeri Mesir Esmat Abdul Maguid antara lain
mengatakan bahwa pertemuan itu diselenggarakan di tengah iklim ekonomi yang
kurang menggembirakan. Kesenjangan structural yang semakin memburuk dalam
ekonomi dunia hanya memperberat beban yang harus ditanggung ngara-negara
berkembang. Padahal kelompok Negara-negara yang disebut juga kelompok Negara
miskin ini selama-beberapa tahun terakhir justru semakin menderita karena
hutang-hutangnya. Memang, keadaan negara-negara berkembang sejak awal dasawarsa
1980-an merosot terus. Harga-harga komoditi internasional terus menurun padahal
penghasilan ekspor ngara-negara berkembang pada umumnya bergantung sekali pada
komoditi-komoditi internasional.
Disamping
itu, kepentingan masing-masing negara maju membuat pasaran mereka semakin
tertutup untuk produk-produk yang bisa dihasilkan negara-negara berkembang.
Negara-negara yang baru mulai membangun itu semakin sulit memasarkan hasil
industri mereka ke negara-negara maj.
Pembangunan
di negara-negara berkembang sebagian besar dibiayai dengan hutang luar negeri.
Karena itulah negara berkembang tidak mampu menghasilkan dana yang memadai
untuk melunasi hutang-hutang tersebut. Karena pembangunan harus terus berjalan
maka otomatis hutang-hutang pun terus bertambah.
Tahun
1980 hutang-hutang di seluruh negara berkembang sudah berjumlah 632 milyar
dolar AS dan pada tahun 1986 diperkirakan jumlah hutang itu sudah membengkak
menjadi sekitar 1010 milyar dolar AS atau meningkat hamper 60 persen.
Suatu
laporan yang dipersiapkan untuk konferensi itu antara lain menyebutkan bahwa
negara-negara berkembang perlu mencapai laju pertumbuhan ekonomi antara enam
sampai tujuh persen setahun. Ini jika negera-negara berkembang hendak
melepaskan diri dari lingkaran setan ketergantungan dan keterbelakangan.
Tetapi
berapakah rata-rata laju pertumbuhan negara-negara berkembang dalam
kenyataannya? Untuk tahun 1986 diperkirakan hanya 2,5 persen. Tahun berikutnya
menurut perkiraan PBB paling-paling bisa mencapai 2,7 persen.
Dengan
laju pertumbuhan yang relative rendah itu negara-negara berkembang praktis
tidak akan bisa meningkatkan kemampuan ekonominya padahal beban hutang luar
negeri akan terus bertambah. Ini bikan karena hutang baru terpaksa dibuka terus
tetapi karena suku bunga hutangnya semakin tinggi.
Demikianlah
ulah lintah darat kelas internasional mencengkram mangsanya. Hal ini dilakukan
oleh lintah darat kelas nasional. Dengan bersandar pada realitas tersebutlah
maka praktek riba, apapun bentuknya dilarang keras oleh Allah swt sebagaimana
firmannya :
"Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya." (Al-Baqarah : 279)
Kaum
mukminin yang benar-benar mukmin dituntut untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya
serta mematuhi segala perintah leduanya, baik yang terasa pahit maupun yang
terasa lezat. Dengan demikian berarti ia telah melawan nafsu kejam dan keji,
nafsu serakah dan curang. Kalau mereka benar-benar kaum mukminin yang aktif
menunaikan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan ini niscaya akan
lahirlah generasi "Khaira ummatin ukhrijat linnas" yang akan mampu
menyelamatkan umat manusia dan kaum mustadh'afin dari penindasan kaum
mustakbirin dengan menghidupkan ajaran Al-Qur'an dan Assunnah.
Demikian
ajaran Islam. Ajaran Ad-Dienul Haq diperkirakan para ahli, baik dari kalangan
sendiri maupun dari kalangan pihak luar akan mampu menyelematkan umat manusia
yang sedang tersiksa dan menderita ini
dari kehancurannya akibat merajalelanya kekejaman, penindasan, dan keserakahan.
Islamlah yang akan mampu menggiring umat manusia agar kembali mencintai
Khaliqnya dan Rasul-Nya dan agar mematuhi semua hokum-Nya yang telah ditetapkan
dengan ucapan tegas : "Sami'na wa atho'na".
Tidak Ada
Maslahat Dalam Keuntungan Sistem Riba
Gambaran
sementara orang bahwa system riba itu memberi keuntungan dan manfaat tidak
seluruhnya benar. Hal itu dikarenakan beberapa alasan :
- Bagi orang yang mengamati hukum-hukum Islam dengan
cermat akan mengetahui dan yakin bahwa Allah yang Maha Rahman dan Rahim
tidak mungkin mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Allah swt hanya mengharamkan apa-apa yang buruk dan membawa mudharat
kepada kita, baik individu maupun masyarakat. Oleh karena itu Allah swt
berfirman :
"(yaitu)
orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang
beruntung."
- Dari segi teori ekonomi, banyak pakar ekonomi dan
politik berkeyakinan bahwa krisis ekonomi dunia dewasa ini sebagian besar
diakibatkan oleh bunga system riba. Ekonomi dunia tidak akan membalik jika
suku bunga tidak diturunkan sampai ke titik nol. Artinya, semua bentuk
bunga harus dihapuskan secara totalitas.
- Dari sudut praktis ekonomi murni, terutama di
negara-negara arab dan Islam, riba (bunga) telah banyak mengakibatkan
timbulnya berbagai bencana. Riba (bunga) telah banyak merugikan pengusaha
kecil. Dalam waktu yang sama juga telah menambah kekayaan dan kekuatan
kepada orang kaya dan orang-orang "kuat". Bank memberi
kesempatan kepada orang-orang yang tidak memiliki modal yang biasanya
terdiri dari para konsumen dan orang-orang lemah.
Dampak Negatif Bank Ribawi Terhadap Masyarakat
Ada syubhat yang
berkembang di tengah masyarakat, diantaranya mengatakan : Tidakkah anda tahu
bahwa bank-bank tersebut telah membantu pertumbuhan devisa negara, ikut andil
dalam membangun sekian banyak pabrik dan menekan angka pengangguran, sehingga
keberadaannya sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi?
Jawabannya adalah : Memang benar keberadaan bank-bank konvensional
ribawi itu berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi nasional lewat beberapa cara,
diantaranya : pertama, keberadaan bank justru membuat harga
barang-barang kebutuhan melonjak dan mendongkrak tingginya biaya hidup. Kedua,
semenjak munculnya bank-bank ribawi di tengah masyarakat kita, maka peperangan
dilancarkan Allah dan Rasul-Nya terhadap kita (lihat surat Al-Baqarah : 278-279).
Sementara kita belum meninggalkan riba dalam kehidupan
ekonomi dan muamalah kita. Maka apa yang terjadi?
- Harga barang melangit dan biaya hidup semakin
tinggi, sebagai bentuk penyerangan dari Allah.
- Bangkrutnya sekian banyak perusahaan.
- Munculnya labilitas yang beruntun.
- Kegagalan hasil panen pertanian dan perkebunan.
- Menjalarnya berbagai macam penyalit.
- Merebaknya macam-macam tindak kejahatan.
- Terjadinya bencana-bencana alam.
- Tidak adanya barokah
- Munculnya rasa saling curiga, benci dan permusuhan.
- Meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.
Apa dan Bagaimana Solusinya ?
Diantara
sulusinya adalah mendirikan bank-bank Islam yang berperan menggantikan
bank-bank konvensional riba dalam memberikan pelayanan ekonomi dan muamalah
maliyah kepada masyarakat.
Tugas para ulama dan du'at bukan hanya sekedar
menjelaskan hukum riba dan prakteknya dalam perekonomian umat, serta mafasid
yang disebabkan olehnya kepada masyarakat, akan tetapi mereka juga harus
memberikan solusi yang lebih baik. Maka majelis hari ini saya pandang merupakan
majelis yang tepat dan pas untuk duduk bersama-sama membahas hal-hal yang
dipandang akan menjadi solusi bagi masyarakat. Ini adalah kewajiban jama'i yang
harus diemban bersama-sama baik para paraktisi bank syariah maupun para
ulamanya.
Alhamdulillah,
telah banyak kajian yang digelar guna membahas masalah-masalah keislaman
termasuk masalah ekonomi dan perbankan syariah, diantaranya adalah Konferensi
Fiqih Islam yang diselenggarakan di Jeddah, yang kemudian dimuat di majalah
Al-Fiqhul Islamy, edisi ke-2, jilid 2, halaman 813, yang kesimpulannya adalah
sebagai berikut :
- Tujuan pendirian bank Islam ialah menciptakan
pengganti dari bank-bank konvensional yang menerapkan system ribawi, yang
sesuai dengan syariat dan benar.
- Bank-bank Islam mengikat orang muslim dengan
aqidahnya, sehingga dia melakukan apa yang dihalakan Allah dan menghindari
apa yang diharamkanNya.
- Bank-bank Islam mengambil prinsip toleransi, kasih saying
dan kemudahan. Bank-bank Islam mengambil tangan orang muslim untuk
menyelamatkan kesulitan dan kesempitan yang tiba-tiba muncul, sehingga dia
melakukan transaksi pinjaman yang baik dan memberi kemudahan kepada
peminjam untuk pengembalian pinjaman.
"Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu Mengetahui" (Al-Baqarah : 280)
Adapun bank-bank konvemsional ribawi hanya memiliki
orientasi material semata, tidak peduli terhadap moral, tidak memperhatikan
kondisi debitur jika tidak mampu melunasi hutang dan bunganya, yang setiap saat
bunga itu semakin bertambah dan bertumpuk-tumpuk. Jika dia tidak bisa
melunasinya, maka pihak bank akan menyita tempat tinggal dan hak miliknya, lalu
dilelang untuk menutupi hutangnya ke pihak bank.
- Menempuh berbagai cara untuk mengembangkan dana
secara syar'i, seperti penerapan system qiradh atau mudharabah, melakukan
usaha-usaha yang profitibel, sesuai dengan ketetapan syariat.
- Mengaitkan nasabah dengan Rabbnya, dengan memberikan
bagian dari keuntungan yang didapatkan, namun jika merugi, maka uang
pokoknya tetap kembali kepadanya, sehingga setiap nasabah akan senantiasa
berdoa kepada Rabbnya agar mendatangkan keuntungan. Adapun nasabah untuk
bank-bank konvensional ribawi, hatinya sama sekali tidak dikaitkan dengan
Dzat Pemberi rizki, karena dia sadar bahwa bunganya sudah dijamin akan
diberikan kepadanya, apakah pihak bank untung atau rugi.
- Bank-bank konvensional ribawi tidak akan
bertransaksi kecuali dengan orang-orang kaya yang mampu memberikan jaminan
dengan barang-barang tak bergerak atau bergerak. Adapun bank-bank Islam
melakukan transaksi dengan orang-orang miskin disamping dengan orang-orang
kaya, tanpa ada bedanya.
Majma' Al-Fiqhil-Islamy yang merupakan cabang dari
Munazhzhamah Al-Mu'tamar Al-Islamy juga mengeluarkan keputusan:
- Bahwa setiap tambahan atau faidah terhadap hutang
yang sudah jatuh tempo dan pihak penghutang tidak mampu mengembalikan
hutangnya, yang kemudian ada penangguhan terhadap pembayarang hutangnya,
begitu pula tambahan atau faidah terhadap hutang yang ditetapkan di awal
transaksi, maka dua gambaran ini merupakan riba yang diharamkan syariat.
- Pengganti yang menjamin likuiditas financial dan
dalam rangka membantu aktivitas ekonomi sesuai dengan konsep yang diridhoi
Islam ialah transaksi yang sesuai dengan hukum-hukum syariat.
- Majma' Al-Fiqhil-Islamy mendukung seruan
negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang
berbasis syariat Islam, sehingga lembaga-lembaga keuangan itu berdiri di
setiap negara Islam, dalam rangka melayani keperluan orang-orang muslim,
agar mereka tidak hidup dalam kontradiksi antara realitas dan tuntutan
aqidah.
Sesuai tema utama majelis hari ini "BERJAMAAHNYA
BANK SYARIAH MENYATU DENGAN UMAT", maka ada beberapa tugas yang harus
dilakukan baik oleh bank-bank syariah maupun umat Islam pada umumnya. Diantara
tugas-tugas tersebut adalah :
- Bekerjasama mensosialisasikan prinsip-prinsip
ekonomi syariah ditengah masyarakat dalam bentuk da'wah, ta'lim, seminar
dan diskusi-diskusi.
- Menjalin ukhuwwah islamiyah dalam bentuk yang riyil
dengan memberikan musa'adah maliyah kepada yang membutuhkannya dengan
mengacu kepada konsep Islam dalam hal bantuan yang sifatnya pinjaman.
- Bank-bank syariah harus meninggalkan praktek-praktek
perbankan yang masih mirip dengan bank-bank ribawi, meskipun sudah
menggunakan istilah-istilah syar'i.
- Menghimbau umat Islam agar menyimpan atau
menginvestasikan dana atau uangnya di bank Islam yang murni agar terhindar
dari ancaman Allah dan Rasul-Nya.
- Hendaknya bank-bank syariah mengadakan kerjasama
dengan pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia dalam berbagai
bidang.
Wallahu a'lam bish-shawab, wabillahittaufiq ila aqwamith
thariq.