23. PANEN PAHALA DI 10 AKHIR RAMADHAN

23. PANEN PAHALA DI 10 AKHIR RAMADHAN


الحَمْدُ لِلَّهِ الَذِيْ فَتَحَ لِعِبَادِهِ طَرِيْقَ الْفَلاَحِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ .أَمَّا بَعْدُ
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Yang pertama dan paling utama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan pada kita berbagai nikmatnya. Shalawat serta salam terlimpahkan pada nabi junjungan Muhammad sallallahu alaihi wasallam dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Jama'ah shalat jum'at yang berbahagia
Memang sepuluh akhir Ramadhan menjadi hari yang penuh dengan pahala dan keberkahan. Bagi para pemburu pahala dan keridhaan Allah, maka ia akan memaksimalkan hari-hari tersebut. Ia gunakan untuk melakukan berbagai ibadah seperti I’tikaf, memperbanyak dzikir, mambaca al qur’an dan amalan-amalan lain. Bahkan hari-hari tersebut menjadi hari yang istimewa dengan lepasnya dia dari berbagai kesibukan dunia selama setahun penuh dengan menyendirinya ia di masjid selama sepuluh hari untuk ber I’tikaf.
Tetapi sepuluh akhir ramadhan juga menjadi hari-hari panen duit bagi para pedagang. Apalagi para pedagang makanan dan pakaian, seakan kerja sepuluh hari tersebut dapat untuk makan setahun. Bahkan mereka harus mempersiapkan modal yang besar serta stok barang yang banyak untuk menghadapi sepuluh akhir bulan Ramadhan.
Bagi anda para pedagang, mungkin itu sebuah ujian tersendiri. Tinggal pilih yang mana, duit yang banyak dengan luputnya limpahan pahala dan ampunan serta lailatul qadar; atau luputnya duit yang banyak dan bisa dicari di hari lain, tetapi insyaAllah mendapat pahala yang melimpah karena lebih memilih ibadah dan pahala dari Allah Ta’ala.
Adalah kebiasaan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan keluarga beliau, saat masuk di sepuluh akhir Ramadhan menambah kwalitas dan kwantitas ibadah beliau. Disebutkan dalam sebuah hadist ;
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Adalah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam apabila telah masuk 10 akhir daripada Ramadan, Baginda akan menghidupkan malam-malamnya, membangunkan ahli keluarganya dan mengikat pinggangnya. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Yang dimaksud mengikatkan kain pada hadist di atas bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak menggauli para isterinya. Yaitu melakukan hubungan suami isteri (jimak) dan ini digambarkan dengan istilah ‘mengikat kainnya’.
Sedangkan makna menghidupkan malam-malamnya adalah, mengubah malam yang biasa pada bulan-bulan selain Ramadan dengan menghidupkannya untuk melakukan ketaatan melalui ibadah. Diantaranya dengan shalat-shalat sunat, membaca al-Quran, beriktikaf terutama di sepertiga malam sewaktu manusia terlena di malam hari. (Fath al-Bari 6:310).
Ma'syiral muslimin rahimakumullah
Amalan di 10 akhir Ramadhan
Diantara amalan-amalan yang dilakukan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam di sepuluh akhir Ramadhan adalah ;
Mandi antara Maghrib dan Isyak, memakai pakaian yang paling baik dan memakai minyak wangi
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha:
(( كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ فِيْ رَمَضَانَ نَامَ وَقَامَ، فَإِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ المِئْزَرَ وَاجْتَنَبَ النِّسَاءَ، وَاغْتَسَلَ بَيْنَ العِشَاءَيْنِ، يَعْنِيْ المَغْرِبَ وَالعِشَاءَ
“Rasulullah sallallahu alaihi wasallam jika berada di bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya’.”
Ibnu Jarir Rahimahullah berkata: mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi sebelumnya, dan berpakaian bagus, seperti dianjurkan hal tersebut pada waktu shalat jum’at dan hari-hari raya.
Tentunya berhias tidak hanya secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali kepada Allah, taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Mencari lailatul qadr
Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur'an pada lailatul qadri (malam yang agung), yaitu lailah mubarakah (malam yang dibekahi). Itulah malam yang nilai ibadah pada saat itu lebih utama dari ibadah selama 1000 bulan, yaitu setara dengan ibadah selama 83 tahun 4 bulan. Itulah malam yang penuh dengan kebaikan dan keberkahan. Karena besarnya kemuliaan dan keutamaan ibadah di dalamnya, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mencari dan meraih lailatul qadar. Rasulullallah sallallahu alaihi wasallam bersabda ;
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017).
Kita tidak usah susah-susah mencari kapan lailatul qodar akan turun. Yang paling penting adalah menjaga stamina agar tetap bersemangat di 10 akhir bulan Ramadhan. Jangan hanya bersemangat saat malam-malam ganjil, sementara ia bersantai di malam-malam genap. Ini ciri orang yang tidak mendapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Melakukan iktikaf
Amalan sunnah lainnya di sepuluh akhir Ramadhan adalah I’tikaf. I’tikaf adalah menetap dan tinggal di masjid dengan niat beribadah kepada Allah. Dalil disyariatkannya, selain i’tikaf merupakan suatu bentuk ibadah yang dilaksanakan oleh Nabi sallallahu alaihi wasallam, Allah juga mengisyaratkan anjuran i’tikaf dalam firman-Nya,
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Dan janganlah kamu menggauli mereka itu (istri-istrimu), sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187).
I’tikaf disyariatkan bagi laki-laki dan perempuan. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan). ‘Aisyah sendiri kemudian meminta izin untuk ikut beri’tikaf, dan beliau pun mengizinkannya.
Namun demikian, wanita dibolehkan melakukan i’tikaf dengan memenuhi dua syarat. Pertama, mendapatkan izin dari suami, jika ia perempuan bersuami. Kedua, i’tikafnya tidak menimbulkan fitnah.
Membanyakkan doa
Ulama bersepakat bahawa doa yang paling utama pada malam al-Qadar adalah doa memohon keampunan atau maghfirah daripada Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadist disebutkan ;
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »
Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”. [ HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih ].
Walau do’a ini adalah do’a yang disyari’atkan saat malam lailatul qodar, tetapi tidak mengapa dan bahkan diperintahkan untuk berdo’a dengan do’a-do’a lain untuk kebaikan dunia dan akhirat. Karena tentu tidak akan kita biarkan malam lailatul qodar berlalu tanpa memanjatkan do’a terindah untuk diri kita. Marilah bersamangat mengisi sepuluh akhir Ramadhan, kerena bisa jadi Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir yang kita jumpai. Demikian kultum yang kami sampaikan. Kurang lebihnya minta maaf.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُ اللهُ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.

Pages (11)1234567 Next