16. TREN GAYA HIDUP MEWAH
Mayoritas masyarakat kita
adalah masyarakat yang gemar menonton TV. Bahkan rumah terasa tidak lengkap
jika tidak ada yang satu ini. Sementara TV yang ada hari ini menyuguhkan
berbagai acara-acara yang jauh dari kenyataan. Mulai dari berita, intertainmen,
film, drama, sinetron dan bahkan iklan, jarang yang bersifat membangun karakter
masyarakat. Padahal apa yang mereka dapatkan dari TV setiap harinya akan
membentuk maindset masyarakat.
Cara pandang itulah yang
kemudian akan mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Tanpa sadar masyarakat
menjadi komsumtif, glamor, senang pada kemewahan. Mereka tersihir dengan iklan,
film dan juga berita para selebritis dan juga selebriti politis yang hidup
dengan kemewahan. Ditambah dengan senetron yang bertema percintaan dan konflik
keluarga menjadikan pemikiran tambah parah.
Keadaan yang demikian itu
diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat yang serba sulit. Sulit untuk
mendapat pekerjaan, sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup serta sulit
untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Sementara keinginan untuk mengikuti
para tokoh dan idola hanya sekedar fantasi dan hayalan. Dan kenginan untuk
hidup sebagaimana yang dihayalkan itulah melahirkan sebuah perbuatan yang tidak
masuk di nalar. Mulai dari perampokan, pencurian, korupsi dan penipuan serta
kriminal lainnya.
Gaya Hidup Mewah Menumpulkan Kepekaan
Sosial
Banyak berita yang kita lihat
dan kita dengar dari berbagai media tentang para wakil rakyat di senayan.
Tempat parkir di gedung ‘wakil rakyat’ itu seakan sebuah showroom mobil mewah
ketimbang berisi mobil sejenis kendaraan dinas. Ada Hummer 8 M, Bently 7 M,
alphard, Mitshubisi pajero dan yang lainnya. Sementara mobil dinas para wakil
rakyat tidak ditemukan di sana. Itulah gaya hidup para wakil rakyat yang hidup
dengan keglamorannya dan tidak peka terhadap nasib rakyatnya.
Sebagian menilai bahwa
pertunjukan kemewahan tersebut adalah sebuah bukti ketidak pekaan mereka
terhadap mayoritas penderitaan rakyat yang sedang mengalami kesulitan. Disaat
jembatan ambrol, jalan-jalan pedesaan yang sudah pada rusak serta meningkatnya
pengangguran dan kemiskinan, masih teganya para ‘wakil rakyat’ memamerkan
kekayaan dan tidak merasa iba dengan sesama.
Sementara pihak lain
mengatakan bahwa hal itu sah-sah saja. Karena hal tersebut tidak juga
mempengaruhi nasib rakyat. Rakyat juga tidak mengetahui jika seandainya media
tidak mengabarkannya. Ada yang perlu dicermati dari alasan-alasan mereka. Ada
yang berpendapat bahwa sekalipun kaya, jangan kekayaan dipamerkan di tempat tugas.
Hal itu akan menyakiti hati rakyat karena tidak peka dengan kondisi yang serba
sulit. Sementara yang lainnya mengatakan bahwa hal itu harus kita biarkan. Itu
hak mereka yang tidak boleh orang lain ikut campur. Karena memang latar
belakang mereka yang berbeda-beda mulai dari pengusaha, akademisi, jendral TNI
Polri, birokrat, kepala daerah dan juga selebriti. Menurut mereka soal gaya
hidup tidak usah dibuat-buat.
Toh kekayaan kekayaan para
pejabat juga sudah dilaporkan ke KPK. Lalu buat apa bersikap munafiq dan sok
sederhana hanya untuk menjaga citra. Mereka menambahkan bahwa edialnya para
politisi sudah menjadi orang kaya sebelum terjun ke kancah politik. Semua itu
agar fokus memikirkan rakyat dan tidak ada pikiran lagi untuk menumpuk-numpuk
kekayaan. Begitulah perdebatan yang tidak ada ujungnya karena landasan mereka
yang tidak mengambil dari tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah. Keadaan ini persis
dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut ;
بَلْ
تَأْمُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَتَنَاهُوا عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِذَا رَأَيْتَ
شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي
رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ، وَدَعْ عَنْكَ أَمْرَ
الْعَوَّامِ، فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ، الصَّابِرُ فِيهِ
مِثْلُ الْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ أَجْرُ
خَمْسِينَ رَجُلا
“Bahkan perintahkanlah kalian
kepada yang ma’ruf dan laranglah dari yang mungkar, hingga kalian melihat sifat
kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia diutamakan, dan setiap orang merasa
bangga dengan pendapatnya. Maka wajib atasmu dengan kekhususan dirimu dan tinggalkanlah
orang-orang awam. Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari. Orang
yang sabar di hari-hari itu seperti orang yang menggenggam bara api. Orang yang
beramal di saat itu akan mendapatkan pahala semisal pahala lima puluh orang
yang beramal seperti amalan kalian.” Para shahabat bertanya: “Semisal pahala
lima puluh orang dari kami atau dari mereka?” Rasulullah menjawab, “Bahkan
semisal lima puluh kali dari kalian.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
At-Tirmidzi.
Bermegah Megah Sebab Kehancuran
Islam melarang bermewah-mewah
di kehidupan ini. Bahkan Allah Ta’ala mengancam akan menghancurkan mereka
di dunia sebelum kehancuran di akhirat. Dalam Al Qur’an disebutkan ;
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ
إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُم بِهِ كَافِرُونَ
“Dan, Kami tidak mengutus kepada suatu
negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya’."
(QS Saba’ [34]: 34).
Kita dimohon, agar jangan
sampai tergolong sebagai si zalim lantaran suka hidup bermewah-mewah.
Sadarilah, bahwa itu perbuatan dosa yang mencelakakan diri kita. Allah Ta’ala
juga sebutkan hal ini dalam surat At Takassur ;
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui
(akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu
benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan
melihatnya dengan 'ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu
tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu”.
Bermegah-megahan disini
adalah bermegah-megahan dalam soal memperbanyak harta, anak, pengikut,
kemuliaan, dan urusan dunia yang lain. Hal itulah yang akan melalaikan
seseorang dari ketaatan. Dan jika seseorang sudah jauh dari ketaatan, maka
kehancuranlah yang akan ia peroleh.
Jika kita hidup
bermewah-mewah, itu bukan saja merupakan masalah pribadi yaitu mendapat dosa,
tapi lingkungan sekitarnya juga akan terdampak. Sebab, orang yang suka
bermewah-mewah itu bisa dikategorikan sebagai pengundang datangnya bencana.
Hancurnya sebuah negeri,
diakibatkan segelintir orang yang berbuat kemewahan dan keingkaran. Hal inilah
yang terjadi pada negeri Fir’aun, Saba’ dan juga negeri-negeri yang lain. Allah
Ta’ala berfirman ;
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً
أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu
negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu.
Maka, sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al-Isra’ [17]: 16).
Oleh karena itu, siapapun
yang terlanjur pernah hidup bermewah-mewah, hendaknya jangan sampai terlambat untuk
bertaubat kepada Allah Ta’ala! “Hingga apabila Kami timpakan azab,
kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka
memekik minta tolong”. (QS Al-Mu’minuun [23]: 64). [ Amru ].