Masuk Islam Secara Kaffah Bukan Setengah-Setengah
Masuk Islam Secara Kaffah Bukan Setengah-Setengah
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Mukadimah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita semuanya.
Atas rahmat-Nya semata kita bisa hadir di masjid yang diberkahi ini dengan selamat untuk menjalankan kewajiban dan syiar yang agung dalam Islam yaitu ibadah shalat Jumat.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita yang mulia, Muhammad ﷺ , keluarganya, para sahabatnya dan siapa saja yang mengikuti sunnahnya dengan sebaik-baiknya hingga akhir zaman.
Kami berwasiat kepada jamaah shalat Jumat sekalian dan juga kepada diri kami sendiri agar senantiasa berusaha secara terus menerus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kemampuan maksimal kita masing-masing, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya di mana pun kita berada.
Perintah Menjadi Muslim Kaffah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilihkan bagi hamba-hamba-Nya agama yang sempurna dan menyeluruh atau komprehensif yang tidak akan pernah terkena suatu kekurangan atau cacat apa pun, serta mampu menyesuaikan diri dengan segala perkembangan di setiap waktu dan tempat, dengan tetap memelihara agama tersebut sebagai sebuah aqidah dan syariah hingga Hari Kiamat tiba.
Agama ini, yaitu Islam, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisah atau dipecah-pecah. Tidak boleh mengambil sebagian ajaran Islam dan meninggalkan sebagian tuntunan yang lainnya. Melainkan harus mengambil semuanya, dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah: 208.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ – ٢٠٨
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.[i]
Makna Islam Kaffah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mari kita bahas makna ayat tersebut berdasarkan tafsir dari para ulama.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ – ٢٠٨
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.
Tentang ayat ini Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam tafsirnya mengatakan:
”Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru hamba-hamba-Nya yang beriman, memerintah mereka agar masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Mereka jangan memilih-milih syariat dan hukum-hukum Allah Ta’ala.
Mana saja yang sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsunya diterima dan diamalkan sedangkan yang tidak sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsunya ditolak, ditinggalkan atau diabaikan.
Kewajiban mereka adalah menerima syariat Islam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Allah melarang mereka dari mengikuti langkah-langkah setan dalam hal menganggap baik segala yang buruk dan mempoles kemungkaran menjadi nampak begitu indah.” [Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, 1/97][ii]
Sedangkan menurut Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, maksud dari masuklah “فِي السِّلْمِ كَافَّةً” ke dalam Islam secara kaafah adalah masuklah ke dalam seluruh syariat agama Islam dan jangan ada sedikit pun bagian dari ajaran Islam itu yang kalian tinggalkan.
Kalian jangan sampai termasuk ke dalam golongan orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Apabila perintah syariat itu sesuai dengan keinginannnya maka dijalankan. Namun bila menyelisihi keinginannya maka dia tinggalkan.
Yang wajib adalah keinginan hawa nafsu itu harus mengikuti agama dan mengerjakan semua perbuatan baik yang telah diwajibkan atas dirinya. Bila ada yang belum mampu dikerjakan maka tetap dia usahakan dan terus berniat melakukannya sehingga dia dapat mencapainya dengan niatnya. [Tafsir As-Sa’di hal. 83]
Masuk ke dalam Islam secara keseluruhan itu tidak akan mungkin tergambar kecuali dengan cara menyelisihi langkah-langkah setan sehingga Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman agar jangan mengikuti langkah setan yaitu dalam melakukan berbagai maksiat.
Karena setan itu hanya memerintahkan kepada kejahatan dan kekejian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah: 169,
اِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوْۤءِ وَالْفَحْشَاۤءِ وَاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ – ١٦٩
Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah.
juga di dalam surat Fathir: 6,
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ – ٦
Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.[iii]
Bentuk dan Praktek BerIslam Secara Kaffah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Lantas bagaimanakah bentuk praktek Islam secara kaffah itu? Pada tataran teori sudah disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap firman Allah Ta’ala,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan,
Yaitu : “Allah Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya, agar berpegang kepada seluruh ikatan Islam dan syariat-Nya, mengerjakan perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya semaksimal kemampuan mereka.[iv]
Bila ingin tahu secara praktis, maka cara paling mudah adalah dengan membaca sejarah hidup Nabi Muhammad ﷺ dan para Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan Nabi Muhammad ﷺ sebagai guru dan teladan dalam mengajarkan teori dan praktek dari seluruh ajaran yang Allah firman-kan dalam Al-Quran.
Allah telah memerintahkan kita untuk mengikuti Nabi Muhammad ﷺ . Kemudian Rasulullah ﷺ juga telah memerintahkan kita agar mengikuti sunnah beliau dan sunnah para Khulafaur Rasyidin setelah beliau dalam haditsnya yang terkenal.
Dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,”Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak Habsyi. Sesungguhnya, siapa saja dari kalian yang masih hidup sesudahku, niscaya akan melihat banyak perselisihan.
Maka, berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang diberikan petunjuk (al-Mahdiyyin) yang dibimbing kepada kebenaran (Ar-Rasyidin). Pegang teguhlah sunnah tersebut. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian.
[Hadits riwahat Abu Dawud no. 4607 dan ini lafazhnya dan Ahmad no. 17185. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih di dalam Shahih Abu Dawud no. 4607]
Rasulullah ﷺ dan para khulafaur rasyidin serta seluruh sahabat dan umat Islam lainnya saat itu menjalankan Islam secara keseluruhan. Islam yang mencakup aqidah dan syariah, ibadah dan muamalah serta akhlak.
Seluruh ajaran Islam yang berkaitan dengan urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan pemerintahan, semua dijalankan oleh Rasulullah ﷺ dan para khalifah rasyidah.
Mereka menjalankan peran sebagai pemimpin maupun rakyat, kepala keluarga atau anggota masyarakat. Seluruh sistem hukum, politik, ekonomi, sosial dan keamanan dijalankan sesuai dengan tuntunan Islam.
Dasar hubungan antara kaum Muslimin dengan non Muslim baik level individu ataupun negara juga dijalankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Islam.
Tidak ada aspek kehidupan yang telah ditentukan prinsip-prinsipnya oleh Islam yang ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat serta kaum Muslimin kala itu.
Tidak ada satu bagian pun dari ajaran Islam yang ditolak dan ditinggalkan. Inilah praktek yang dijalankan oleh Rasulullah ﷺ , para Khulafaur Rasyidin dan kaum Muslimin generasi awal yang dikenal dengan generasi salafush shalih.
Generasi terbaik dalam Islam sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadits yang shahih dari Imran bin Al-Hushain radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
”Sebaik-baik kalian adalah generasiku kemudian generasi sesudah itu kemudian generasi setelah itu.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 6696]
Yang dimaksud generasiku adalah para sahabat. Generasi sesudahnya adalah para tabi’in dan generasi setelah itu adalah para tabi’ut tabi’in.[v]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Mari Berislam Kaffah Bukan Setengah-Setengah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Islam artinya penyerahan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala secara lahir dan batin. Ketundukan total dan tulus kepada apa saja yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa perintah dan larangan.
Sebagai seorang Muslim, kita dituntut oleh Allah Ta’ala untuk masuk ke dalam Islam secara kafah, secara menyeluruh. Kita diperintahkan untuk mengamalkan seluruh bagian dari ajaran Islam, baik dalam urusan aqidah, syariah, ibadah, akhlak dan muamalah. Tentu saja sesuai dengan kemampuan kita.
Bila ada sebagian dari ajaran Islam yang belum bisa dilaksanakan karena ada halangan syar’i atau ketidakmampuan, paling tidak kita terima sebagai bagian dari tuntunan yang kita yakini kebenarannya.
Jangan sampai kita menolak atau menentang satu bagian pun dari ajaran Islam karena merasa tidak relevan lagi dengan era modern atau bertentangan dengan pandangan kebanyakan orang yang tidak beriman, yang hari ini sedang mendominasi dunia ini.
Mereka menetapkan ukuran-ukuran baik dan buruk, benar dan salah, beradab dan biadab, sesuai dengan pemikirannya, perasaannya dan sesuai dengan latar belakang budayanya.
Akibatnya banyak hal yang harus dijalankan oleh kaum Muslimin, oleh mereka dinilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Misalnya saja, dalam pandangan HAM ala Barat, hukuman mati adalah melanggar HAM, apa pun alasannya.
Ini jelas bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila orang Islam meyakini ukuran HAM semacam ini, ia beresiko menentang sebagian ajaran Islam yang memerintahkan wali korban pembunuhan melalui pemerintahan yang sah secara syar’i untuk menjalankan hukum qishash atau pembalasan yang setara.
Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ – ١٧٨
”Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.
Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.”
وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ – ١٧٩
Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa. [Al-Baqarah: 178-179]
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهٖ سُلْطٰنًا فَلَا يُسْرِفْ فِّى الْقَتْلِۗ اِنَّهٗ كَانَ مَنْصُوْرًا – ٣٣
Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan. [Al-Isra’: 17]
Penentangan dan penolakan terhadap hukum qishash akan menghilangkan hikmah disyariatkannya hukum qishash yang Allah tegaskan dalam ayat tadi, yaitu dalam qishash itu ada jaminan kehidupan bagi manusia.
Bila hukum qishash ditiadakan maka sirna sudah jaminan kehidupan umat manusia. Orang sangat rentan dihilangkan nyawanya karena orang begitu ringan menghilangkan nyawa orang lain hanya karena hal-hal sepele atau dendam.
Puluhan nyawa melayang setiap bulannya, ratusan setiap tahunnya karena pembunuhan. Orang yang berjiwa rusak dan tidak mampu mengendalikan amarahnya, tanpa ragu dan takut akan menghilangkan nyawa orang lain yang dia benci dan musuhi. Mereka tahu persis, mereka tidak akan dihukum mati.
Akibatnya, ancaman kehilangan nyawa sangat potensial terjadi kapan saja, oleh siapa saja . Anak terhadap orang tua, teman terhadap sahabatnya, di antara tetangga , di antara suami dan istri.
Lain halnya saat setiap orang tahu bila mereka menghilangkan nyawa orang lain secara zhalim maka konsekwensinya nyawanya juga bakal melayang, bila terbukti di pengadilan secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan.
Mereka pasti berfikir sekian kali jika hendak membunuh orang lain secara zhalim. Sayangnya, kebanyakan manusia tidak mengetahui bahwa Allah Ta’ala jauh lebih penyayang kepada makhluk-Nya melebihi sayangnya seorang ibu kepada anaknya sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ .
Sehingga mereka menolak sebagian dari perintah Allah yang mereka anggap merugikan mereka atau bertentangan dengan pemikiran dan pandangan mereka.
Padahal pengetahuan mereka itu sempit dan terbatas terhadap hakikat jiwa manusia dan apa saja yang paling maslahat untuk kehidupan umat manusia di segala tempat dan zaman.
Allah lebih tahu apa yang paling bermaslahat buat kehidupan umat manusia karena Dialah yang menciptakan seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia, sejak dari masa Nabi Adam ‘alaihis salam hingga manusia terakhir yang bertemu hari kiamat.
Allah Mahatahu apa saja telah terjadi dan akan terjadi hingga hari kiamat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang yang menerima sebagian dari al-kitab dan menolak sebagian yang lain dalam surat Al-Baqarah: 85-86.
اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍۚ فَمَا جَزَاۤءُ مَنْ يَّفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْكُمْ اِلَّا خِزْيٌ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚوَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يُرَدُّوْنَ اِلٰٓى اَشَدِّ الْعَذَابِۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ –
Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا بِالْاٰخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُوْنَ ࣖ – ٨٦
Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan mereka tidak akan ditolong.
Ayat ini memang berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Namun bila umat Islam melakukan kesalahan yang sama maka hukumannya juga sama.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah menjelaskan banyak pelajaran dari ayat-ayat ini, di antaranya adalah:
- Umat Islam akan mengalami kehinaan di dunia dan adzab di akhirat bila menjalankan sebagian hukum syariat dan mengabaikan sebagian hukum syariat yang lain.
- Kafirnya orang yang pilih-pilih hukum syariat. Ia hanya mau melakukan yang sesuai dengan kepentingan dirinya dan hawa nafsunya dan tidak mau melakukan yang tidak sesuai dengan kepentinganya dan hawa nafsunya.
- Kafirnya orang yang tidak mau menegakkan agama Allah karena berpaling darinya dan tidak mempedulikannya.[vi]
Dalam tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah disebutkan sejumlah pelajaran dari ayat- ayat tersebut di antaranya:
- Wajib beriman kepada segala yang datang dari sisi Allah Ta’ala tanpa dipilah-pilah.
- Ditetapkannya siksaan bagi orang yang beriman kepada sebagian dari apa saja yang datang dari sisi Allah dan mengingkari sebagian lainnya.[vii]
Doa Penutup
Kita berlindung kepada Allah dari menjadi orang yang beriman kepada sebagian kitab dan menolak sebagian yang lain.
Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk dan taufik kepada kita semua untuk menjadi muslim kaffah dengan menerima semua isi al-Quran dan menjalankannya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
[i] https://alimam.ws/ref/3984
[ii] Ibid.
[iii] Ibid.
[iv] Tafsir Al-Quranul ‘Azhim, Ibnu Katsir juz 1, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 1419 H / 1998 M, cetakan pertama, hal. 422.
[v] https://www.dorar.net/hadith/sharh/79751
[vi] Aisarut Tafasir, Abu Bakar Jabir al-Jazairi, hal. 80
[vii] Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah jilid 1, hal. 37.