Mengungkapkan Perasaan Supaya Lega

Mengungkapkan Perasaan Supaya Lega

 

Mengungkapkan Perasaan Supaya Lega?

Pertanyaan:

Saya mau bertanya bagaimana hukumnya menyatakan perasaan kepada lawan jenis (bukan untuk mengajak pacaran) akan tetapi saat belum siap untuk menikah, tujuannya hanya agar lega saja apakah diperbolehkan?

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursalin, Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Seorang lelaki mengungkapkan perasaan suka kepada wanita yang bukan mahram, bukan dengan maksud untuk menikahinya, perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan. Demikian juga sebaliknya, wanita yang mengungkapkan perasaan suka kepada lelaki yang bukan mahram, tidak diperbolehkan. Karena:

Pertama, ini termasuk merendahkan suara yang dilarang di dalam al-Qur’an. Karena ketika seorang wanita mengatakan “aku suka padamu” kepada orang lelaki, tentu akan timbul sesuatu dalam hatinya. Padahal Allah ta’ala berfirman:

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفاً

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. al-Ahzab: 32)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “’janganlah kamu menundukkan suara‘, as-Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksudnya adalah melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena itu Allah berfirman ‘Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya‘ maksudnya hatinya menjadi rusak.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409)

Ucapan “aku cinta kamu” atau “aku suka padamu” ini juga merupakan ucapan-ucapan yang semestinya dilontarkan kepada suami. Ibnu Katsir juga mengatakan ketika menjelaskan ayat di atas: “Maksudnya: janganlah para wanita berbicara kepada lelaki nonmahram seperti berbicara kepada suaminya sendiri.” (Tafsir Ibnu Katsir, 11/150)

Kedua, menyatakan demikian tidak akan membuat lega, justru akan semakin membuat kasmaran, semakin galau, dan semakin terfitnah oleh lawan jenis. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ

“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita.” (HR. al-Bukhari no. 5096, Muslim no. 2740)

Kedua, jika sang akhwat berniat sekedar menyatakan perasaan, namun kemudian si ikhwan ternyata mengiyakan atau menyatakan perasaan yang sama, padahal mereka tidak siap nikah, yang terjadi adalah pacaran. Dan pacaran itu jelas keharamannya.

Ketiga, adanya keinginan untuk menyatakan seperti itu, ini indikasi bahwa sang akhwat sudah terfitnah dan dikhawatirkan sudah terjerumus pada zina hati. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه

“Sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan (terhadap lawan jenis), dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya.” (HR. al-Bukhari no. 6243)

Maka hendaknya bertaubat kepada Allah karena telah terjerumus pada zina hati.

Solusinya, 

* Jika sudah siap menikah, maka mintalah sang ikhwan untuk melamar segera.

* Jika belum siap nikah maka putuskan segala hubungan dan interaksi untuk menjauhkan diri dari fitnah. Sibukkan diri dengan menuntut ilmu agama dan cari teman-teman yang jauh dari pembicaraan soal lawan jenis dan soal pacaran. Dan jagalah pandangan terhadap lawan jenis.

Renungkan hadis berikut:

أَنَّ عَلِيًّا ، قَالَ : سَأَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ قَالَ : ” أَيُّ شَيْءٍ خَيْرٌ لِلنِّسَاءِ ؟ ” فَلَمْ أَدْرِ مَا أَقُولُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِفَاطِمَةَ ، فَقَالَتْ : أَلا قُلْتَ لَهُ : خَيْرٌ لِلنِّسَاءِ أَنْ لا يَرَيْنَ الرِّجَالَ وَلا يَرَوْنَهُنَّ ، قَالَ : فَذَكَرْتُ قَوْلَ فَاطِمَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ” إِنَّهَا بِضْعَةٌ مِنِّي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا “

“Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ‘apa yang paling baik bagi wanita?’. Lalu Ali tidak tahu harus menjawab apa. Ia pun menceritakannya kepada Fatimah. Fatimah pun berkata: ‘katakanlah kepada beliau, yang paling baik bagi wanita adalah mereka tidak melihat para lelaki dan para lelaki tidak melihat mereka‘. Maka aku (Ali) sampaikan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda: ‘sungguh Fatimah adalah bagian dari diriku, semoga Allah meridhoinya‘.” (HR. Ibnu Abid Dunya dalam al-‘Iyal no. 409, semua perawinya tsiqah)

Wallahu a’lam.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.



Referensi: https://konsultasisyariah.com/38978-mengungkapkan-perasaan-supaya-lega.html