Mujaharah Dan Bahayanya Dalam Islam
Mujaharah Dan Bahayanya Dalam Islam
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
فإنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ
Apa itu Mujaharah (Bangga Dengan Dosa)
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Kita sering mendengar berita tentang orang-orang yang suka melakukan kemaksiatan secara terang-terangan. Hal-hal yang melanggar syariat dan sangat memalukan dilakukan di tempat terbuka. Atau bahkan sebagiannya disebar luaskan melalui media sosial.
Perbuatan semacam itu dalam istilah syar’i disebut dengan mujaharah. Dalam kitab Fathul Bari (10/ 487) karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dijelaskan bahwa mujaharah ada 3 macam:
- Menampakkan maksiat
- Seseorang yang melakukan maksiat dan Allah Ta’ala telah menutupi perbuatan maksiat tersebut namun dia justru membuka perbuatan maksiatnya. Orang yang melakukan kemaksiatan menceritakan kemaksiatannya karena bangga atau karena mengabaikan tirai penutup yang telah Allah berikan kepadanya.
Contohnya adalah sejumlah pemuda pergi ke luar negeri. Salah satu dari mereka melakukan perbuatan keji (zina) dan minum khamr. Lalu dia menceritakan perbuatan maksiat tersebut kepada teman-temannya yang jelek karena rasa bangga dan bersikap meremehkan tirai penutup yang Allah berikan kepadanya.
- Orang-orang fasik yang saling menceritakan kemaksiatan mereka.
Menurut Dr. Muhammad bin Sa’ad Al-Ashimi, Guru Besar Ad-Dirosaat Al-‘Ulya, Fakultas Syariah di Universitas Ummul Qura, bentuk-bentuk mujaharah dengan kemungkaran pada masa kini di antaranya adalah seperti bioskop, pamer aurat di layar media, bercampur baur antara pria dan wanita yang bukan mahram, ajakan untuk menari atau dansa, membuka bidang-bidang westernisasi, memberantas syiar-syiar keagamaan, dan menyebarkan perbuatan zina melalui media sosial.
Baca juga Khutbah Jum’at: Agar Bencana Tidak Melanda
Larangan Mujaharah Dalam Islam
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Mujaraharah dengan kemaksiatan itu dilarang keras dalam syariat Islam. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلْفَٰحِشَةُ فِى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” [An-Nur: 19]
Dalam ayat ini Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang suka menyebarluaskan kemungkaran di tengah-tengah masyarakat manusia. Lantas bagaimana dengan orang yang melakukan kemungkaran dan mengumumkannya serta membuka kemungkaran yang dia lakukan itu di hadapan khalayak umum?
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Salim bin Abdillah, dia berkata,”Aku mendengar Rasulullah bersabda ﷺ,
«كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ: عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ»
Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujaahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah,pent). Dan termasuk perbuatan mujaharah (terang-terangan berbuat dosa) adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi harinya dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut.
Dia justru berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupinya, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap apa yang Allah telah tutup darinya.”
Bahaya Mujaharah (Dosa Terang-Terangan)
Ma’syirol muslimin rahimakumullah
Dr. Abdullah bin Hamad As-Sakakir, Profesor dan Kepala Jurusan Fikih di Fakultas Syariah, Universitas Al-Qasim menegaskan bahwa mujaharah adalah dosa yang lebih besar dan memiliki efek yang lebih buruk pada masyarakat daripada tindakan dosa secara rahasia.
Bahkan mujaharah adalah dosa lain yang ditambahkan ke dosa itu sendiri, karena pengaruhnya yang buruk pada masyarakat. Di antara pengaruh buruknya adalah:
- Mujaharah memotivasi para pelaku maksiat untuk berbuat maksiat
- Menghilangkan keburukan maksiat dari dalam jiwa dalam jangka panjang. Jiwa itu jika terbiasa melihat sesuatu maka jiwa tersebut akan menjadi akrab dengan hal tersebut.
- Mujaharah itu merupakan bentuk perlawanan terbuka kepada Allah Ta’ala dengan maksiat.
- Pelaku maksiat secara rahasia tidak merugikan siapa pun kecuali dirinya sendiri, dan jika dia melakukannya secara terbuka, hal itu akan menimbulkan madharat bagi orang lain.
Nabi ﷺ telah memberitahukan bahwa melakukan mujaharah dengan maksiat itu akan mendapatkan hukuman di dunia sebelum di akhirat.
Hal ini sebagaimana di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata ,”Aku adalah salah satu dari sepuluh keluarga muhajirin yang berada di tempat tinggal Rasulullah ﷺ. Beliau menghadap ke arah kami kemudian bersabda,
“يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ
” Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian diuji dengannya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا
Tidaklah nampak zina di suatu kaum pun, sehingga mereka melakukannya secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
Tidaklah mereka menahan zakat hartanya (enggan menunaikan zakat hartanya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun). dan sekiranya bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan diturunkan kepada mereka.
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ
Tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut merampas sebagian apa yang mereka miliki.
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”
Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), kecuali Allah akan menjadikan mereka saling bertikai satu sama lain.”
[Hadits riwayat Imam Ibnu Majah hal. 432 no.4019, dan shahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Shahih Al-Jaami’ Ash-Shaghir 2/1321 no. 7978].
Baca juga Khutbah Jum’at: Sebab Kehancuran Sebuah Negeri
Kondisi Pengecualian Mujaharah
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Ada keadaan yang membolehkan seseorang untuk memberitahukan maksiat yang telah dia lakukan kepada seseorang. Para Ahli ilmu telah menetapkan bahwa memberitahukan maksiat untuk sebuah maslahat adalah tidak tercela.
Di dalam kitab Faidhul Qadir disebutkan, Imam an-Nawawi rahimahullah, berkata,” Dimakruhkan bagi orang yang telah melakukan maksiat untuk memberi tahu orang lain tentang hal itu, meskipun hanya satu orang saja. Yang mesti dilakukan adalah dia berhenti, menyesal, dan bertekad untuk tidak melakukan lagi.
Bila dia memberitahukan maksiat tersebut kepada gurunya atau yang semisalnya yang diharapkan dari pemberitahuannya tersebut dia akan mengajarinya jalan keluar dari maksiat tadi atau apa yang bisa menyelematkan dirinya dari terjerumus ke dalam maksiat yang semisal dengannya atau memberitahunya sebab yang bisa menjerumuskannya ke dalamnya atau dia akan mendoakannya dan yang semisalnya maka hal itu baik. Yang dimakruhkan adalah tidak adanya maslahat.
Hujah atau dasar dari kesimpulan para ulama tersebut sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid, adalah adanya orang yang menghadap kepada Rasulullah ﷺ dan memberitahunya bahwa dirinya telah bersetubuh dengan istrinya di siang hari Ramadhan, dengan tujuan agar Rasulullah ﷺ memberinya jalan keluar dari masalah tersebut dan Rasulullah ﷺ tidak mengingkari perbuatan sahabat yang menceritakan pelanggaran syariat tersebut.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2600) dan Muslim (1111) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,” “Seseorang datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, “Saya telah binasa!” Beliau bertanya, ”Ada apa dengan dirimu?” Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri di (waktu siang hari) bulan Ramadhan,”
Maka Rasulullah ﷺ bertanya, ”Apakah kamu punya budak (untuk dimerdekakan)?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah kamu sanggup memberi makan kepada enampuluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.”
Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa wadah besar berisi kurma. Beliau bersabda, ”Pergilah dan bershadaqahlah dengannya.” Orang tadi berkata, ”Apakah ada yang lebih miskin dari kami wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluarga kami.” Kemudian beliau bersabda, ”Pergilah dan beri makanan tersebut kepada keluargamu.”
Menyikapi Pelaku Mujaharah
Ma’asyirol Muslimin arsyadakumullah,
Tidak diragukan lagi, salah satu solusi untuk mengatasi fenomen mujaharah dengan maksiat adalah dengan mendidik masyarakat tentang bahaya dosa, bahwa dosa itu akan semakin membesar dan pengaruhnya semakin buruk akibat perbuatan mujaharah dengan maksiat.
Memang ada sekelompok masyarakat dapat mengambil faedah dari penyuluhan dan nasehat untuk membangkitkan kebaikan dan rasa takut kepada Allah Ta’ala serta rasa malu kepada-Nya di dalam hati masyarakat tersebut.
Tetapi sebagian masyarakat lainnya, ada yang tidak mempan dengan nasehat, dan tidak bisa dicegah dengan pelajaran. Dia harus diberi peringatan dan diberi hukuman.
Utsman radhiyallahu ‘anhu berkata,
إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرآن
”Allah benar-benar akan mencegah dengan kekuasaan apa yang tidak Allah cegah dengan Al-Qur’an.”
Jika nasehat tidak lagi bermanfaat, yang tersisa hanyalah menghalangi para pelaku mujaharah dengan maksiat melalui hukuman yang bersifat mendidik untuk melindungi mereka dari kejahatan mereka sendiri, dan untuk melindungi masyarakat dari kelancangan dan perilaku mujaharah mereka terhadap dosa-dosa mereka.
Semakin berat hukuman yang diberikan kepada para pelaku mujaharah, semakin menguntungkan pengaruhnya untuk melawan fenomena ini. Bila fenomena yang negatif di masyarakat menjadi semakin dominan, maka terapinya harus tegas sesuai dengan kadar dominasi dan bahayanya.
Hanya saja untuk konteks di Indonesia, sanksi hukum untuk orang yang melakukan mujaharah belum tentu seperti yang diharapkan sesuai tuntunan syariat. Hal ini dikarenakan sistem hukum yang diberlakukan di negeri ini bukan berdasar kepada syariat Islam. Ini jelas merupakan pesoalan tersendiri karena tidak semua tuntutan syariat diakomodasi dalam sistem hukum di negeri ini.
Semoga suatu saat nanti negeri ini mengakomodasi sistem hukum yang berbasis kepada syariat Islam, sehingga memudahkan kaum muslimin untuk kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya saat ada perselisihan di antara mereka. Berhukum dengan hukum Allah dan Rasul-Nya itu diperintahkan di dalam al-Quran.
Allah Ta’ala berfrman,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا * وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا * فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا * أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا * وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمْ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا * فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (سورة النساء: 60-65
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisaa: 60-65]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Dalam khutbah kedua ini kami tegaskan bahwa pada prinsipnya seorang muslim itu bila terjerumus dalam perbuatan dosa atau tergelincir dalam sebuah pelanggaran syariat maka dia harus menutupi perbuatan tersebut dan bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Dia tidak perlu untuk membuka dosa tersebut kepada siapa pun kecuali dalam rangka untuk mendapatkan fatwa tentang masalahnya atau meminta saran untuk solusinya kepada orang yang terpercaya. Tujuannya adalah agar keburukan tersebut tidak menyebar luas di masyarakat.
Hal ini akan membuat masyarakat menjadi sensitif terhadap dosa dan maksiat. Mereka tidak akan cuek terhadapnya. Ada perasaan malu bila melakukannya. Pandangan masyarakat terhadap kemaksiatan tetap negatif karena tidak terbiasa mendengarnya atau melihat orang melakukannya.
Doa Penutup
Marilah kita berdoa kepada Allah agar senantiasa melindungi diri kita dan keluarga kita dari segala dosa dan maksiat, serta menganugerahkan sikap istiqamah di atas agama Islam hingga akhir hayat.
إنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم. إنك حميد مجيد. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا أَوْزِعْنَا أَنْ نَشْكُرَ نِعْمَتَكَ التِي أَنْعَمْتَ عَلَيْنَا وَأَنْ نَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
اللهم اَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا التِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَاصْلِحْ لَنَا آخرَتَنَا التِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجعَلِ الحياةَ زِيادةً لنَا فِي كُلِّ خيرٍ واجعلِ الموت راحة لنا من كل شر. اللهم لا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إلَّا غَفَرْتَه، ولا هَمًّا إلَّا فَرَّجْتَه، وَلا كَرْبًا إلَّا نَفَّسْتَه، ولا مَيِّتًا إلا رَحِمْتَه، ولا مَرِيضًا إلا شَفَيْتَه، ولا دَيْنًا إلا قَضَيْتَه، ولا مُجَاهِدًا فِي سبيلكَ إلا نَصَرْتَه، ولا ظَالمًا إلا خَذَلْتَه، ولا عَسِيْرًا إلا يَسَّرْتَه ولا ولدًا إلَّا أَصْلحتَه، بِرَحْمَتِكَ يا أرحمَ الراحمين. اللهم ادْفَعْ عَنَّا البَلَاء والوَبَاء وَالفَحْشَاء والمنكر والمِحَنَ وجميعَ الفِتَنِ مِنْ بَلَدِنَا هذَا خاصَة ومن بلدان المسلمين عامة. اللهم سهِّل أمورَنا وأمورَ معهدِنا وجامعتِنا، وأمور طلبتنا ومدرسينا، وأمور رؤساء معهدنا وجامعتنا، طوِّلْ أَعْمَارَهُم وبَارِكْ حَيَاتَهُم بِرَحْمَتِكَ يَا أَرحمَ الراحمين. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَة وَقِنَا عَذَابَ النَّار
عِبَادَ الله…إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَان وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر والبغيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فاذكرُوا اللهَ العظيمَ يذكرْكُم واشْكرُوهُ على نِعَمِهِ يَزدْكُم، وَلَذكْرُ اللهِ أكبر، والله يعلم ما تصنعون