CARA MENDIDIK ANAK SECARA ISLAMI

CARA MENDIDIK ANAK SECARA ISLAMI




Segala puji bagi Allah. Kami mengucapkan selamat kepada Kita untuk nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada Kita berupa hidayah untuk masuk Islam, dan kami memohon kepada Allah Ta’alaa agar meneguhkan kami dan Kita dalam mengikuti agama ini sampai kita bertemu dengan-Nya dalam keadaan Dia ridha kepada kita. Kami juga mengucapkan selamat kepada Kita kerena semangat Kita dalam memberikan anak-anak Kita pendidikan yang baik.
Akhlaq yang jelek itu sesuai dengan syahwat dan hawa nafsu seseorang; sehingga seorang anak akan melakukannya tanpa perlu disuruh atau susah-susah. Sebaliknya, akhlaq yang baik itu membutuhkan latihan bagi jiwa serta pengendalian dari syahwat, yang merusak dan merugikan jiwa. Akhlaq yang baik berarti mengikuti jalan yang bertentangan dengan hawa nafsu, sehingga merupakan suatu proses yang membutuhkan usaha dan perjuangan.
Pendidikan yang baik adalah dengan menanamkan akhlaq yang baik secara kuat dan kokoh ke dalam jiwa anak, sehingga ia mampu menolak syahwat yang jelek, dan menjadikan jiwanya tidak akan merasa nyaman kecuali dengan hal-hal yang baik, dan jiwanya akan membenci apa pun yang bertentangan dengan akhlaq yang baik. Sehingga anak akan menerima akhlaq yang baik, dan mencintai akhlak tersebut. Cinta tidak dapat ditanamkan dengan cara kekerasan; melainkan membutuhkan hal-hal berikut:
1. Kelembutan
2. Kelembutan tidak berarti meniadakan hukuman pada saat diperlukan.
3. Memberikan contoh yang baik.
4. Menerapkan lingkungan yang baik.

1. Kelembutan
Terdapat sejumlah hadits Nabi yang mengajarkan kita untuk menggunakan kelembutan saat berinteraksi dengan orang lain, seperti berikut:
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْج النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ رواه البخاري6024
“Dari ‘Aisyah, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah meridhai beliau, berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala hal” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 6024).
وروى مسلم (2592) عَنْ جَرِيرٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ ، يُحْرَمِ الْخَيْرَ
“Muslim (2592) meriwayatkan dari Jarir bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa yang terhalangi dari kelembutan, maka dia akan terhalangi dari kebaikan.’”
وعَنْ عَائِشَةَ ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شيء إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شيء إِلاَّ شَانَهُ ) رواه مسلم (2594
Dari ‘Aisyah, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah meridhai beliau, berkata, ‘Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya kelembutan, tidaklah berada pada sesuatu kecuali pasti menghiasinya, dan tidaklah kelembutan diambil dari sesuatu, pasti merusaknya.’”
وعَنْ عَائِشَةَ : أَنَّهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًاأَدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ. رواه الإمام أحمد في مسنده (24427) ، وصححه الألباني في ” صحيح الجامع الصغيررقم (303)
“Dari ‘Aisyah semoga Allah meridhai beliau bahwa dia berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika Allah ‘azza wa jalla menginginkan kebaikan bagi anggota rumah tangga, Dia akan memasukkan kelembutan kepada mereka’ (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (24427); yang dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jaami ‘as-Shaghir (303)).
Di antara tabiat anak-anak adalah mereka mencintai orang tua yang lemah lembut kepada mereka, membantu mereka, dan yang perhatian kepada mereka, sebisa mungkin tanpa teriak dan amarah; bahkan dengan penuh hikmah dan kesabaran. Anak usia dini membutuhkan hiburan dan permainan; sebagaimana juga usia dini adalah usia yang tepat untuk menanamkan adab-adab dan pendidikan yang baik. Oleh karena itu, orang tua harus mampu menyeimbangkan antara keduanya.
Saat anak-anak mencintai orang tua yang penuh kelembutan, maka cintanya ini akan memotivasi mereka dengan kuat untuk menaati orang tuanya. Sebaliknya, tidak adanya kelembutan pada orang tua, bahkan adanya kekerasan, akan menyebabkan anak menjauh, yang pada gilirannya akan menyebabkan keras kepala dan ketidaktaatan, atau menyebabkan ketakutan yang akan menumbuhkan sifat dusta dan tipu daya pada diri anak kepada orang tua.
2. Kelembutan tidak berarti meniadakan hukuman pada saat diperlukan.
Namun, perlu dicatat bahwa hukuman, ketika membesarkan anak-anak, harus digunakan secara bijak. Tidak benar jika anak selalu dihukum untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. Hukuman diterapkan saat kelembutan tidak lagi berpengaruh, dan ketika nasehat, perintah dan larangan telah diabaikan.
Kemudian, hukuman juga harus memberikan manfaat. Misalnya, Kita memiliki masalah pada kebiasaan anak-anak Kita menghabiskan waktu yang lama di depan televisi, maka Kita dapat membatasi program yang mereka tonton, yakni yang bermanfaat dan tidak membahayakan secara umum, dan bebas dari perkara mungkar sebisa mungkin. Jika mereka melampaui waktu tonton yang telah ditentukan, Kita dapat menghukum mereka dengan melarang mereka menonton televisi selama satu hari penuh. Suatu ketika mereka melanggar lagi, maka Kita dapat melarang mereka dari menonton televisi untuk jangka waktu yang lebih lama, sesuai dengan tujuan kebaikan yang hendak digapai dan manfaat dalam pendidikan adab dan budi pekerti.
3. Memberikan contoh yang baik.
Orang tua harus memiliki akhlaq yang baik terlebih dahulu, sebelum mengajari anaknya berakhlaq baik. Sebagai contoh, tidak tepat jika seorang ayah melarang anaknya merokok padahal dia sendiri merokok.
Salah seorang ulama mengatakan kepada guru anak-anaknya, “Hal pertama yang harus Kita lakukan untuk mendidik keshalihan anak-anak saya adalah membuat diri Kita sendiri menjadi shalih. Karena kesalahan mereka adalah bentuk mencontoh dari kesalahan Kita; Hanya perbuatan baik saja yang harus Kita lakukan dan tinggalkanlah perbuatan yang jelek di hadapan mereka” (Tariikh Dimasyq, 38 / 271-272).
4. Menerapkan lingkungan yang baik.
Lingkungan yang baik adalah lingkungan di mana perbuatan baik dipuji dan pelakunya dimuliakan, sedangkan perbuatan buruk dan pelakunya dicela. Saat ini, lingkungan seperti ini sangat jarang kita temui. Namun, dengan usaha keras dan sungguh-sungguh secara fisik, psikologis dan finansial, insyaAllah kita mampu untuk membuatnya.
Misalnya, jika terdapat sebuah keluarga muslim yang tinggal di lingkungan di mana tidak ada keluarga muslim lainnya, keluarga ini harus berusaha keras untuk pindah ke lingkungan atau kota di mana terdapat banyak muslim, atau lingkungan di mana terdapat masjid atau pusat kegiatan Islam yang aktif dalam menjalankan program-program untuk anak-anak muslim.
Contoh lain, jika seorang anak tertarik dalam olahraga tertentu atau aktivitas lainnya, orang tua bisa mencarikan klub olahraga atau organisasi serupa yang cocok, yang dikelola oleh muslim yang berkomitmen pada syariat Islam, yang diikuti oleh keluarga-keluarga muslim yang bersemangat untuk memberikan anak-anak mereka pendidikan yang baik dalam seluruh perkara. Interaksi satu sama lain sangat memberikan pengaruh besar, seperti yang Kita katakana. Sehingga, cobalah untuk mengurangi efek negatif yang Kita lihat sebagai hasil dari interaksi tersebut, dengan mengatur interaksi yang positif dengan keluarga muslim.
Jika orang tua mampu mengeluarkan uang untuk pakaian bagus, makanan lezat, dan rumah yang nyaman, mereka juga harus bersedia mengeluarkan uangnya dalam usaha untuk memperoleh akhlaq yang baik, dengan mengharap pahala dari Allah Ta’alaa dengan hal tersebut.
Kedua:
Wajib bagi kita untuk senantiasa memanjatkan doa tanpa henti, terutama pada waktu-waktu mustajab, seperti saat sepertiga malam terakhir, saat sujud, dan pada hari Jumat. Perbanyaklah meminta kepada-Nya agar menjadikan anak-anak Kita menjadi anak-anak yang shalih dan agar membimbing mereka ke jalan yang lurus. Berdoa untuk kebaikan anak adalah salah satu ciri hamba Allah yang shalih. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا الفرقان ( 74)
Dan (hamba-hamba Ar Rahman adalah) mereka yang mengatakan:” Ya Tuhan kami! Anugerahkan kepada kami, istri-istri dan keturunan kami yang akan menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin untuk orang-orang yang bertakwa” (Al-Furqaan 25:74).
Syaikh ‘Abd ar-Rahman as-Sa’di, semoga Allah merahmatinya, berkata, “penyejuk mata” artinya sumber kebahagian bagi kami.
Jika kita mempelajari karakteristik dari mereka (yang memanjatkan doa ini), kita akan ketahui bahwa di antara indikasi kuatnya kehendak baik dan tingginya martabat mereka adalah mereka tidak akan bahagia sampai mereka melihat istri dan keturunan mereka menaati Tuhan mereka, berilmu dan mengamalkan ilmunya. Dan doa untuk keshalihan istri dan anak-anak juga merupakan doa untuk diri mereka sendiri, karena manfaatnya akan kembali kepada mereka juga. Oleh karena itu, mereka menganggap hal tersebut sebagai bentuk karunia (Allah) kepada mereka. Mereka berkata “Anugerahkan kepada kami”, bahkan sebenarnya doa mereka tidak hanya membawa manfaat untuk mereka, namun juga bagi semua umat Islam, karena keshalihan satu orang akan menyebabkan shalihnya orang-orang di sekelilingnya, dan akan memberikan manfaat bagi mereka” (Taisiirul kariimil mannaan fi tafsiri kalaamir rahmaan, 587).
Sumber: disini