Istidroj Dipuncak Kejayaan
Apa itu istidraj?
Bisa jadi ada yang mendapatkan limpahan rezeki namun
ia adalah orang yang gemar maksiat. Ia tempuh jalan kesyirikan –lewat ritual
pesugihan- misalnya, dan benar ia cepat kaya. Ketahuilah bahwa mendapatkan
limpahan kekayaan seperti itu bukanlah suatu tanda kemuliaan, namun itu adalah istidraj.
Istidraj artinya suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam
keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah.
Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada
orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi azab baginya apakah dia
bertobat atau semakin jauh.
Sederhananya adalah, jika kita dapati seseorang
yang semakin buruk kualitas ibadahnya, semakin tidak ikhlas, berkurang
kuantitasnya, sementara maksiat semakin banyak, baik maksiat kepada Allah dan
manusia, lalu rezki baginya Allah berikan melimpah ruah, kesenangan hidup
begitu mudah didapatkan, tidak pernah sakit dan celaka, panjang umur, bahkan
Allah berikan keluarbiasaan pada kekuatan tubuhnya.
Maka, hati-hatilah bisa jadi ini adalah istidraj
baginya, bukan karamah, secara beransur Allah menariknya dalam kebinasaan.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ
مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari
(perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan
kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa
nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَمَّا
نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى
إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang
telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan
untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka
ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44)
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 141)
disebutkan, “Ketika mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka,
tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu
nikmat sebagai bentuk istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal
itu dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas
mereka pun terdiam dari segala kebaikan.”
Syaikh As Sa’di menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah
yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan
kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang
diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka
pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya.
Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu
sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.” (Tafsir As
Sa’di, hal. 260).
Kisah Pemilik Kebun yang Diberi
Nikmat yang Sebenarnya Istidraj
Disebutkan dalam surat Al Qalam kisah pemilik kebun
berikut ini,
إِنَّا
بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا
لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا
طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20)
فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا
يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ
قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ
مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ
(28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29) فَأَقْبَلَ
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا
طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى
رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ
لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
- Sesungguhnya
Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah
mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka
sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari,
- dan
mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin),
- lalu
kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Rabbmu ketika mereka
sedang tidur,
- maka
jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.
- lalu
mereka panggil memanggil di pagi hari:
- “Pergilah
di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”
- Maka
pergilah mereka saling berbisik-bisik.
- “Pada
hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”
- Dan
berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang
miskin) padahal mereka (menolongnya).
- Tatkala
mereka melihat kebun itu, mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar
orang-orang yang sesat (jalan),
- bahkan
kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)
- Berkatalah
seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telah
mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)
- Mereka
mengucapkan: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang zalim.”
- Lalu
sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela.
- Mereka
berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang
yang melampaui batas.”
- Mudah-mudahan
Rabb kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik
daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita.
- Seperti
itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka
mengetahui. (QS. Al Qalam: 17-33).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Kisah di atas
menunjukkan bagaimanakah akhir keadaan orang-orang yang mendustakan kebaikan.
Mereka telah diberi harta, anak, umur yang panjang serta berbagai nikmat yang
mereka inginkan. Semua itu diberikan bukan karena mereka memang mulia. Namun
diberikan sebagai bentuk istidraj tanpa mereka sadari.“ (Tafsir As Sa’di,
hal. 928)
Yang seperti ini biasanya memang Allah berikan kepada
orang-orang kafir dan ahli maksiat. Sebagaimana keterangan berikut:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ
لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka,
bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (Ali
‘Imran: 178)
Ayat lain:
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang
Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan
kebaikan-kebaikan kepada mereka tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al
Mu’minun: 55-56)
Ayat lainnya:
Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan)
orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Alquran). nanti Kami akan menarik
mereka dengan beransur-ansur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka
ketahui, (Al Qalam: 44)
Ayat lainnya:
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami,
kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata,
“Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya
itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (Az Zumar: 49)
Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar tentang ayat
Az-Zumar 49 ini:
ولكن أكثرهم -لجهلهم وسوء ظنهم- لا
يعلمون أن ذلك استدراج لهم من الله، وامتحان لهم على شكر النعم
Tetapi kebanyakan manusia –karena kebodohan dan
buruknya prasangka mereka- tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan istidraj
dari Allah dan ujian bagi mereka agar mensyukuri nikmat. (Tafsir Al Muyassar,
1/464)
Hal ini juga dikabarkan oleh hadits Nabi dari ‘Uqbah
bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي
الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ
اسْتِدْرَاجٌ ” ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
{فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ
مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44]
Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang
hamba berupa nikmat dunia yang disukainya padahal dia suka bermaksiat, maka itu
hanyalah istidraj belaka, lalu Rasulullah membaca: Maka tatkala mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan
semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Al An’am: 44).
(HR. Ahmad No. 17311. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mentatakan: hasan. Lihat Ta’liq
Musnad Ahmad No. 17311)
Moga segala nikmat yang Allah beri pada kita bukanlah
istidraj. Marilah kita berusaha menjauhi maksiat dengan jujur.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.